Horas Ma Dihita Saluhutna

Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba (Mangaririt, Patua hata, Mangarisik-risik, Marhusip & Manulangi Tulang)

BATAK NETWORK | Horas ma dihita saluhutna. Horas untuk kita semua. Kali ini, Batak Network akan memaparkan tentang "Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba".

Pernikahan di kalangan masyarakat Batak Toba, bukanlah pernikahan gampangan. Ada aturan dan tata krama yang harus diikuti. Ingat... kata HARUS

Oleh karena itu, sebelum menuju pernikahan (atau hari H atau pesta Pernikahan) ada langkah-langkah yang harus dilakukan. Inilah yang dinamakan Pra Perkawinan (Pernikahan). Tujuan dari semua ini adalah supaya Kedua Keluarga menjadi Sangap (Terhormat), baik untuk kedua keluarga besar, maupun untuk kita semua masyarakat Batak Toba.

Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba (Mangaririt, Patua hata, Mangarisik-risik, Marhusip & Manulangi Tulang)
Ilustrasi Pra Pernikahan Batak Toba (Tangkapan Layar Tuan Ringo Youtube Channel)

Lebih lanjut, mari kita simak berikut:

Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba


1. Mangaririt.

Mangaririt berasal dari kata ririt yang artinya pilih, maka mangaririt artinya adalah memilih. Yang mana dapat diartikan memilih pasangan hidup. Pada tahap ini si pemuda akan mendatangi / mengunjungi (martandang) wanita.

Satu prinsip batak yang tertuang dalam peribahasa adalah : Na so jadi bagot namandangi sige (Tidak mungkin pohon enau mengahampiri tangga), yang mana artinya Pantanglah seorang wanita yang mendatangi / menjumpai se orang pemuda.


2. Patua hata, Mangarisik-risik, Marhusip.

Pada tahap ini apabila pemuda dan wanita sudah sepakat hendak membentuk dan menjalani suatu rumah tangga, maka tahapan selanjutnya adalah memberitahukan kepada orang tua mereka masing-masing. Dengan memberitahukan / melaporkan ke orang tua masing-masing inilah yang disebut tahap Patua Hata, yaitu membawa kesepakatan pemuda dan wanita tadi menjadi kesepakatan orang tua.

Sebelum utusan pihak pemuda menemui orang tua si wanita, lazimnya diadakan pembicaraan tidak resmi antara boru dari orang tua si pemuda dengan boru dari orang tua si wanita atau dapat pula si pemuda dan wanita itu sendiri membicarakan perihal kesanggupan pihak pemuda soal sinamot yang akan diberi. (Mengenai Sinamot, nanti akan kita bahas lebih lanjut di Postingan Berikutnya atau Baca Disini). Bahkan dapat pula si pemuda itu sendiri secara langsung berbincang-bincang dengan calon mertuanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pihak pemuda memberi sinamot.

Apabila pembicaraan tidak resmi seperti di atas dapat dikatakan sesuai dengan harapan pihak pemuda, maka dapat dilanjutkan dengan pembicaraan yang resmi. Dimana pembicaraan resmi itu adalah orang tua si pemuda mengutus 2 atau 3 orang untuk menemui orang tua si wanita. Biasanya 2 atau 3 orang tersebut terdiri dari dongan tubu disertai seorang boru, atau dapat pula 2 orang boru disertai dongan tubu. Untuk pertemuan ini utusan pihak pemuda membawa makanan ringan sedangkan keluarga / pihak wanita cukup menyediakan kopi atau teh.

Ppembicaraan dalam pertemuan ini adalah untuk memberitahukan laporan pemuda yang telah sepakat dengan putri tuan rumah akan membentuk rumah tangga. Kemudian orang tua wanita menyuruh borunya mengkroscek putrinya akan kebenaran laporan tersebut. Apabila si wanita tersebut mengiyakan / membenarkan maka hubungan antara wanita dan pemuda atau muda-mudi beralih menjadi hubungan orang tua. Dongan tubu orang tua si wanita mengatakan terima kasih atas adanya kesepakatan pemuda dan wanita atau muda-mudi tersebut, mudah-mudahan menjadi pasangan yang harmonis.


3. Manulangi Tulang

Jika si pemuda (anak pertama) yang hendak berencana membangun sebuah rumah tangga sebaiknya terlebih dahulu pergi manulangi tulangnya. Tujuan manulangi tulang adalah meminta doa restu agar dia dengan calon istrinya menjadi pasangan yang harmonis. Adat manulangi tulang oleh bere laki-laki anak pertama sebelum melangkah lebih jauh ke rencana perkawinan, adalah adat dimana hukumnya wajib untuk kebahagiaan rumah tangga yang akan dibangunnya.

Waktu yang tepat untuk manulangi tulang adalah sesudah patua hata atau setelah mangarisik-risik dilakukan. Acara manulangi tulang ini baiknya dilaksanakan di rumah tulang yang tertua atau dirumah salah satu tulang yang ideal untuk berlangsungnya acara. idealnya si pemuda disertai orang tua kandung, namun kalau tidak memungkinkan dapat di gantikan oleh saudara dari bapak atau kakek bersaudara yang ditemani beberapa dongan sabutuha, boru, dan bere.

Pada acara ini si pemuda beserta rombongan membawa sekor anak babi yang dimasak secara khusus lengkap dengan na margoarna. Selain itu menyiapkan amplop berisi uang yang disebut batu ni sulang dan parsituak na tonggi. Amplop yang berisi batu ni sulang adalah amplop yang akan diberikan pada tulang yang disulangi, nilainya kalau mungkin melebihi dengke, ulos, dan makanan tambahan yang dipersiapkan tulang. Sedangkan amplop yang berisi parsituak na tonggi adalah untuk orang-orang yang ikut hadir dalam acara tersebut.

Demikianlah Goretan mengenai Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba (Mangaririt, Patua hata, Mangarisik-risik, Marhusip & Manulangi Tulang). Semoga bermanfaat. Horas ma dihita saluhutna. [Batak Network]


Sumber : Buku " Perkawinan Adat Dalihan Natolu
Penulis : Drs. Richard Sinaga
Editor: Batak Network

0 Response to "Tradisi Halak Hita Batak Toba: Pra Perkawinan Masyarakat Batak Toba (Mangaririt, Patua hata, Mangarisik-risik, Marhusip & Manulangi Tulang)"